Lemahnya Pengawasan, UPJA di Kabupaten Barru Bisa Salahgunakan Jasa Alsintan Hibah dari Kementan?
DAERAH


Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) merupakan salah satu garda terdepan dalam upaya modernisasi pertanian di Indonesia. Melalui UPJA, berbagai bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang diberikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) diharapkan dapat dikelola secara optimal, mendukung peningkatan produktivitas petani, serta mempercepat mekanisasi pertanian. Namun, dalam praktiknya, lemahnya sistem pengawasan terhadap UPJA justru membuka peluang penyalahgunaan bantuan alsintan hibah tersebut di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan.
Masalah utama paling kronis adalah tidak adanya Laporan Keuangan dan Rapat Akhir Tahun (RAT). Ini adalah akar masalah, kelalaian pengurus UPJA dalam menjalankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Para pengelola UPJA ini tidak menyusun laporan keuangan secara berkala, sehingga penggunaan dana dari jasa alsintan tidak pernah dipertanggungjawabkan. Demikian juga tidak mengadakan Rapat Akhir Tahun (RAT) yang seharusnya menjadi forum evaluasi bersama anggota mengenai kinerja dan keuangan UPJA.
Menggunakan alsintan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tanpa sepengetahuan anggota lain. Mengambil alih jasa sewa alsintan seenaknya, tanpa mekanisme yang adil atau pembagian keuntungan yang jelas.
Ketidakpatuhan ini menunjukkan bahwa sebagian UPJA di Kabupaten Barru dijalankan layaknya usaha pribadi, bukan lembaga pelayanan bersama untuk petani.
Sisi kronis yang juga menjadi penyakit dari pengelolala Alsinta oleh UPJA adalah minimnya pengawasan yang jadi pemicu utama penyimpangaan. Karena akibat dari ketiadaan mekanisme pengawasan yang efektif memperburuk situasi. Setelah penyerahan alsintan, pemerintah daerah dan dinas pertanian seringkali tidak melakukan monitoring lapangan secara rutin. Pengawasan hanya sebatas laporan administratif di atas kertas, yang bisa dengan mudah dimanipulasi.
Adapun beberapa sebab lemahnya pengawasan, bisa jadi karena kurangnya tenaga pengawasan di Kabupaten Barru ini. Tidak adanya sistem pelaporan digital yang transparan dan dapat diakses publik. Lemahnya sanksi administratif terhadap UPJA yang terbukti melanggar aturan. Keterlibatan aktor politik yang melindungi UPJA bermasalah.
Adapun dampak serius dari penyalahgunaan Alsintan tersebut adalah petani kecil kehilangan akses terhadap alsintan karena karena dimonopoli oleh pengurus UPJA dan keleuarganya dan tarif sewa tinggi atau alat rusak. Ini menjadi penyebab produktivitas pertanian tetap stagnan, bahkan menurun. Kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah terkikis. Negara mengalami kerugian karena investasi alsintan tidak membuahkan hasil maksimal.
Untuk solusi mendesak agar permasalahan ini tidak terus berulang, diperlukan langkah-langkah tegas. Mewajibkan UPJA membuat laporan keuangan tahunan yang diaudit pihak ketiga. RAT harus menjadi syarat mutlak kelangsungan operasional UPJA. Gunakan sistem pelaporan online untuk memantau penggunaan alsintan dan keuangan UPJA secara real-time.
Kemudian berikan sanksi tegas berupa pembekuan, pencabutan bantuan, atau pelaporan ke penegak hukum bagi UPJA yang melanggar aturan. Libatkan petani anggota dalam pengawasan, termasuk membentuk komite pengawas di tingkat desa.
Tanpa perbaikan sistem pengawasan dan penegakan aturan, hibah alsintan hanya akan menjadi potensi korupsi dan penyimpangan baru di sektor pertanian. Pemerintah harus lebih serius memastikan bahwa setiap UPJA benar-benar dikelola untuk kepentingan petani, bukan untuk memperkaya segelintir orang. Transparansi, partisipasi petani, dan pengawasan ketat adalah kunci untuk mengembalikan marwah UPJA sebagai motor kemajuan pertanian Indonesia.
Tim Lentera Sulawesi